Headline.....!!!
print this page
Artikel Berdasarkan Tanggal.

KAJIAN TEKSTUAL TENTANG SHALAT BERJAMA’AH

 KAJIAN TEKSTUAL TENTANG SHALAT BERJAMA’AH

 

A.    Pengertian Shalat Berjama’ah


Allah Ta’ala berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا 


“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikatnya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”[1]

Abu al-‘Aliyah rahimahullah mengatakan Shalātullah berarti pujian atas diri-Nya dan shalat Malaikat berarti do’a. Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhu berkata: Yushallūna berarti memberi berkah. Jadi menurut bahasa shalat dari Allah adalah pujian, shalat Malaikat berarti do’a atau memohon pengampunan kepada Allah untuk manusia, sedangkan dari makhluk adalah berdiri, ruku’, sujud, berdo’a, istigfar dan tasbih. Shalat menurut istilah syari’at berarti ibadah kepada Allah dalam bentuk ucapan dan perbuatan yang diketahui dan khusus diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.[2]

0 comments

Antara Ust. Abdul Somad, MA., Mu’tazilah, & Imam Abul Hasan al-Asy’ary (pro Nabi, Sahabat, serta Imam-Imam Salaf)

Artikel ini telah dibaca, di-muraja’ah,
dan diberi masukan oleh: Ust. Dr. Firanda Andirja, MA.
Penulis: Abu Ziyān Johan Saputra Halim, M.HI.
Pimred alhujjah.com, Pengasuh kanal dakwah Telegram: @kristaliman
MUKADDIMAH
Keyakinan bahwa Allah itu Maha Tinggi dan berada di atas, sejatinya merupakan keyakinan yang telah terpatri dalam fitrah kaum muslimin secara umum. Ungkapan-ungkapan mereka yang biasa kita dengar semisal;
“Kita serahkan pada Yang di Atas”..., “Kalau Yang di Atas telah berkehendak”...., dan lain-lain yang semisal,
adalah bukti bahwa sebenarnya hati kita tidak bisa memungkiri keberadaan Allah di atas segenap makhluk. Di samping juga mereka—ketika berdoa dan berharap kepada Allah—kedua tangan serta kepala mereka menengadah ke atas, tidak ke samping, dan tidak ke bawah.
0 comments

(Pendalilan Bid’ah Hasanah dengan Kisah Bilal)

Ust. H. Abdul Somad, Lc., MA. –semoga Allah selalu menjaga dan membimbing beliau— dalam bukunya yang berjudul “37 Masalah Populer” pada halaman yang ke-42, membawakan kisah tentang Bilal radhiallahu ‘anhu.  Kisah ini beliau jadikan sebagai dalil atau argumentasi yang menyokong apa yang beliau sebut sebagai bid’ah mahmudah atau bidah hasanah.

0 comments

Aku Wanita Yang Di Poligami

Aku Wanita Yang Di Poligami

Aku menikah muda. Kala itu, usiaku tak lebih dari 19 tahun dan baru saja lulus SMU. Wanita yang kuperisteri saat itu bahkan baru 16 tahun. Ia hanya lulus SLTP, karena keluarganya pun seperti keluargaku, miskin, tak punya cukup biaya untuk menyekolahkan anaknya lebih tinggi.

Namaku Arman, dan isteriku Salimah. Kami tinggal di sebuah dusun, yang termasuk wilayah sebuah desa kecil, di sisi barat Jawa.

Di desa kami, usia seperti kami bukanlah usia muda untuk menikah, minimal untuk ukuran pada masa itu. Pada zaman sekarang, ukuran itu memang sudah mengalami dinamika. Makin sedikit saja pasangan muda yang menikah. Berbanding lurus dengan makin banyak pula wanita-wanita yang telat menikah. Meski jumlahnya tak sebanyak di kota-kota besar.
0 comments

AKU, SUAMIKU DAN DIA...!!!

AKU, SUAMIKU DAN DIA


"Aku harus berpoligami. Harus, tak boleh tidak.” Suamiku berkata dengan nada suara keras dan tegas. Itu sudah sering diungkapkan olehnya. Setidaknya satu bulan terakhir ini. Oo ya kami baru menikah 3 tahun, dan baru dikaruniai seorang anak berusia 1, tahun. Aku berasal dari keluarga miskin, demikian juga suamiku. Aku dilahirkan dan sesar di sebuah desa kecil, antara kota Sleman dan Muntilan, Jawa Tengah. Suamiku berasal dari Wonosobo.

Kami menikah saat usia kami sama-sama 26 tahun. Kami berasal dari satu almamater di Jogjakarta. Kami sudah sama-sama menggondol S1. Karena selama 4 tahun kami mengaji di majelis ilmu yang sama, lalu diantara kami ada ketertarikan kemudian menikah. Saat menikah kami tak bermodal sama sekali. Suamiku belum memiliki pekerjaan. Bahkan untuk mengontrak rumahpun, kami mendapat bantuan keuangan dari keluarga besar kami.

0 comments

Nak, Betapa Aku Merindukamu

Nak, Betapa Aku Merindukamu


Dalam kitab Al-Jaami’ li Akhlaaqir Raawi, Al-Khatib Al-Baghdadi mencamtumkan sebuah kisah kerinduan seorang ibu kepada anaknya yang sedang nyantren, jauh dari ibunya :

Ya’qub bin Sufyan pernah diajak ngobrol oleh Zaid bin Bisyr. Zaid bin Bisyr bertanya padanya,”Kau tinggal di Mesir- sebenarnya, apakah kedua orang tuamu masih hidup?”

Ya’qub pun menjawab, “Kalau ibuku, iya masih hidup. Aku telah bertekad kuat untuk bisa berhaji tahun ini, dan aku akan menjenguk ibuku di sana.”
0 comments

Bolehkah Kita Bertawasul Kepada Nabi?

Bolehkah Kita Bertawasul Kepada Nabi?

Pertanyaan:

Sebagian orang yang membolehkan tawassul kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau orang shalih yang sudah meninggal dunia, berdalil dengan firman AllahSubhanahu wa Ta’ala,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَّلَمُواْ أَنفُسَهُمْ جَآؤُوكَ فَاسْتَغْفَرُواْ اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُواْ اللّهَ تَوَّاباً رَّحِيماً

“Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs. An-Nisa`: 64)

Kata mereka, ayat ini berlaku umum, baik ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammasih hidup ataupun sesudah meninggal dunia, karena Allah Subhanahu wa Ta’alatidak membatasinya. Mereka memperkuat pendapat tersebut dengan kisah yang dibawakan oleh imam Ibnu Katsir, al-Qurthubi, dan Ibnu Qudamah.
0 comments

HUKUM HADIAH TABUNGAN BANK KONVENSIONAL

HUKUM HADIAH TABUNGAN BANK KONVENSIONAL


Sekarang ini banyak sekali hadiah mewah yang ditawarkan oleh berbagai bank kepada nasabahnya. Tak tanggung-tanggung, hadiah tersebut bisa berupa mobil seharga ratusan juta rupiah, atau bahkan sebuah rumah mewah yang berharga milyaran. Hadiah tersebut diberikan kepada nasabah yang memiliki saldo tabungan paling tinggi yang kemudian diundi. Inilah yang menarik orang untuk menyimpan uangnya di bank-bank yang menawarkan hadiah serupa, sehingga bank mendapatkan dana cadangan berlipat ganda.
0 comments

MEMAHAMI RUKUN DAN SYARAT SAHNYA JUAL BELI

MEMAHAMI RUKUN DAN SYARAT SAHNYA JUAL BELI

Oleh: Muhammad Wasitho, Lc

Pada dasarnya hukum muamalah adalah mubah (diperbolehkan) sebagaimana yang telah disepakati oleh mayoritas ulama fiqih dalam kitab-kitab mereka dengan menetapkan sebuah kaidah fiqhiyah yang berbunyi ‘Al-Ashlu Fil Asy-ya-i Wal A’yani Al-Ibahatu’. Kaidah ini berlandaskan beberapa dalil syar’i, di antaranya adalah firman Allah:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا

“Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu.” (QS. Al-Baqarah: 29)

Dan jual beli (perdagangan) adalah termasuk dalam katagori muamalah yang dihalalkan oleh Allah, sebagaimana firman-Nya:

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ

“Dan Allah telah menghalalkan jual beli.” (Q.S. Al Baqarah: 275).

Al-Hafizh Ibnu katsir dalam tafsir ayat diatas mengatakan: “Apa-apa yang bermanfaat bagi hamba-Nya maka Allah memperbolehkannya dan apa-apa yang memadharatkannya maka Dia melarangnya bagi mereka”.

0 comments

MACAM-MACAM KHIYAR (HAK PILIH) DALAM AKAD JUAL BELI (Bagian Pertama)

MACAM-MACAM KHIYAR (HAK PILIH) DALAM AKAD JUAL BELI (Bagian Pertama)

Oleh: Muhammad Wasitho, Lc

Khiyaar

0 comments

AYO KITA LAKSANAKAN: PERINTAH RASULULLAH MEMBUNUH ORANG SYI'AH !!

AYO KITA LAKSANAKAN: PERINTAH RASULULLAH MEMBUNUH ORANG SYI'AH !!


Khawaarij
Saudaraku kaum Muslimin, saya (Namanya di samarkan) mengajak anda semua kaum muslimin yang merasa dirinya beriman, yang merasa dirinya cinta Rasulullah, yang merasa dirinya cinta para sahabat Rasulullah, saya mengajak anda sekalian untuk membunuh orang-orang syi'ah rafidhah sebagaimana perintah dari baginda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Karena membunuh mereka, membantai mereka, dan memerangi mereka adalah JIHAD FII SABIILILLAH !!

حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ أَبِي الْجَحَّافِ دَاوُدَ بْنِ أَبِي عَوْفٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو الْهَاشِمِيِّ، عَنْ زَيْنَبَ بِنْتِ عَلِيٍّ، عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ مُحَمَّدٍ، قَالَتْ: نَظَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى عَلِيٍّ فَقَالَ: «هَذَا فِي الْجَنَّةِ، وَإِنَّ مِنْ شِيعَتِهِ قَوْمًا يَعْلَمُونَ الْإِسْلَامَ،  ثُمَّ يَرْفُضُونَهُ، لَهُمْ نَبَزٌ يُسَمَّوْنَ الرَّافِضَةَ مَنْ لَقِيَهُمْ فَلْيَقْتُلْهُمْ فَإِنَّهُمْ مُشْرِكُونَ» مسند أبي يعلى الموصلي (12 / 116): 6749 – [حكم حسين سليم أسد] : إسناده صحيح

Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- melihat kepada Ali -Radiallahuanhu- lalu berkata:
“Ali ini ada di surga, dan diantara syiahnya (yakni pengikutnya) ada satu kaum yang mengerti Islam kemudian menolaknya, mereka memiliki tanda disebut RAFIDHAH barang siapa bertemu mereka maka BUNUHLAH, sesungguhnya mereka itu musyrik.”


Husain Salim Asad menghukuminya: sanadnya shahih. Abu Ya’la, Bazzar, Thabrani meriwayatkan sabda Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-:

كُنْتُ عندَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وعندَه عليٌّ فقال النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يا عليُّ سيكونُ في أمَّتي قومٌ ينتَحِلونَ حبَّ أهلِ البيتِ لهم نَبْزٌ يُسمَّونَ الرَّافضةَ قاتِلُوهم فإنَّهم مشرِكونَ
الراوي: عبدالله بن عباس المحدث: الهيثمي - المصدر: مجمع الزوائد – الصفحة أو الرقم:10/25
خلاصة حكم المحدث: إسناده حسن
 

Aku (Abdullah bin Abbas) dulu di sisi Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam dan di sisinya ada Ali, maka beliau berkata: “Wahai Ali akan ada dalam umatku kaum yang madzhabnya adalah “cinta ahlul bait” mereka memiliki tanda (gelar) mereka disebut Rafidhah, perangilah mereka karena mereka musyrik.” 
(al-Haitsami berkata: Thabrani berkata: dan sanadnya hasan. Al-Sunnah karya ibnu Abi Ashim dicetak bersama Zhilal al-Jannah, takhrij Syaikh al-Albani, 2/476)

Abdullah bin Imam Ahmad berkata: saya Tanya ayah saya: siapakah Rafidhah?: beliau berkata: yaitu orang-orang yang mencela atau mencaci Abu Bakar dan Umar.”(As-Sunnah, Abdullah bin Ahmad, 1273)


APAKAH ANDA ENGGAN MEMBUNUH MEREKA SAMPAI MEREKA YANG MEMBUNUH ANDA ?? SEBAGAIMANA MEREKA TELAH MEMBUNUH PARA PENGIKUT USTADZ MUHAMMAD ARIFIN ILHAM WALAU TIDAK SAMPAI MATI.....

ATAU APAKAH KITA MENUNGGU TAHUN 2020 MEREKA MENYEMBELIH ANAK-ANAK KITA, MENGKULITI ISTRI-ISTRI KITA, MEMBAKAR HIDUP-HIDUP DIRI KITA....???
BERJIHAD LAH. BUNUH MEREKA SEBELUM MEREKA YANG MEMBUNUH KITA.....
ALLAAHU AKBAR

Saya Posting di Facebook, Klik Disini
==========================

TANGGAPAN

Dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata:

كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ عَلِيٌّ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” يَا عَلِيُّ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي قَوْمٌ يَنْتَحِلُونَ حُبَّنَا أَهْلَ الْبَيْتِ لَهُمْ نَبَزٌ يُسَمَّوْنَ الرَّافِضَةَ، فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّهُمْ مُشْرِكُونَ “

“Aku pernah berada di sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan ‘Aliy. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Wahai ‘Aliy, kelak akan ada satu kaum dari umatku yang mengklaim mencintai kami, yaitu Ahlul-Bait. Mereka dijuluki dengan Raafidlah. Bunuhlah mereka, karena mereka orang-orang musyrik”. 

Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa no. 2586, ‘Abd bin Humaid dalam Al-Muntakhab 1/521 no. 697, ‘Abdullah bin Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah 1/509-510 no. 651 & 1/538 no. 702, Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir 12/242 no. 12997 & 12998, Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (Dhilaalul-Jannah) 2/475 no. 981, Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyaa’ 4/95-96, dan Al-Baihaqiy dalam Dalaailun-Nubuwwah 6/548; semuanya dari jalan Hajjaaj bin Tamiim, dari Maimuun bin Mihraan, dari Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’.

Riwayat ini munkar, karena Hajjaaj bin Tamiim Al-Jazariy, seorang yang dl’aiif yang meriwayatkan hadits-hadits ghariib dari Maimuun bin Mihraan.

An-Nasaa’iy berkata : “Tidak tsiqah”. Al-Azdiy berkata : “Dla’iif”. Al-‘Uqailiy berkata : “Ia meriwayatkan dari Maimuun bin Mihraan hadits-hadits yang tidak ada mutaba’ah-nya”. Ibnu ‘Adiy berkata : “Ia tidak mempunyai banyak riwayat. Riwayat-riwayatnya tidaklah lurus”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat [Tahdziibut-Tahdziib, 2/199 no. 366]. Ibnu Hajar berkata : “Dla’iif” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 222 no. 1128].

Maimuun bin Mihraan mempunyai mutaba’ah dari ‘Ikrimah sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 6/261. Ibnu ‘Adiy mengatakan hadits tersebut baathil, karena tidak ada yang meriwayatkannya selain ‘Amru bin Makhram, dan (tidak diketahui ada yang meriwayatkan) dari ‘Amru (selain) Ahmad bin Muhammad Al-Yamaamiy. Keduanya dla’iif.

Ibnu ‘Abbaas mempunyai mutaba’ah dari :

1.  ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu.
Ada beberapa jalan:
a.  Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy.
Terdapat perselisihan dalam sanadnya.
Diriwayatkan oleh Ibnul-A’raabiy dalam Mu’jam-nya 2/761-762 no. 1539 : Telah mengkhabarkan kepada kami Az-Za’faraaniy : Telah menceritakan kepadaku Syabaabah bin Sawwaar : Telah mengkhabarkan kepada kami Fudlail bin Marzuuq, dari Abu Janaab Al-Kalbiy, dari Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy, dari ‘Aliy secara marfuu’.

Diriwayatkan juga oleh Ibnu Bisyraan dalam Al-Amaaliy 1/218 dari jalan Hamzah : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah : Telah menceritakan kepada kami Syabaabah : Telah menceritakan kepada kami Fudlail bin Marzuuq, dari Abu Janaab, dari Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy, dari ayahnya, dari ‘Aliy secara marfuu’.

Diriwayatkan oleh Ibnul-A’raabiy dalam Mu’jam-nya no. 250 & 1540 dan Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2803 : Semuanya dari Fudlail bin Marzuuq, dari Abu Janaab, dari Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy, dari seorang laki-laki kalangan kaumnya, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu secara marfuu’.

Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam As-Sunnah 2/547-548, Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 9/51, dan Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh 42/335 : Semuanya dari jalan Abu Yahyaa Al-Himmaaniy, dari Abu Janaab Al-Kalbiy, dari Abu Sulaimaan Al-Hamdzaaniy atau An-Nakha’iy, dari pamannya, dari ‘Aliy secara marfuu’.
Sanad ini sangat lemah lemah karena faktor :
  • Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy; seorang majhuul yang meriwayatkan khabar munkar [Miizaanul-I’tidaal, 4/533 no. 10267].
  • Abu Janaab Al-Kalbiy, seorang yang lemah dan banyak melakukan tadlis [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1052 no. 7587]. Ibnu Hajar rahimahullah memasukkannya dalam thabaqah terakhir para perawi mudallis [Ta’riifu Ahlit-Taqdiis, hal. 146 no. 152].
  • Idlthiraab dalam sanadnya dimana kadang disebutkan Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy meriwayatkan dari ‘Aliy secara langsung, kadang melalui perantara ayahnya atau seorang laki-laki dari kaumnya.
b.  Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy (atau shahabat ‘Aliy yang lain).
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah no. 979 : telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Aliy bin Maimuun : Telah menceritakan kepada kami  Abu Sa’iid Muhammad bin As’ad At-Taghlibiy : Telah menceritakan kepada kami ‘Abtsar bin Al-Qaasim Abu Zubaid, dari Hushain bin ‘Abdirrahmaan, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy, dari ‘Ali secara marfuu’.

Sanad riwayat ini sangat lemah karena Muhammad bin As’ad, seorang munkarul-hadiits sebagaimana dinyatakan Abu Zur’ah dan Al-‘Uqailiy [Tahdziibut-Tahdziib, 9/46-47 no. 52].

Diriwayatkan juga oleh Al-Aajuriiy dalam Asy-Syarii’ah no. 1538 : Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Daawud, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Syabbah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sa’iid Al-Ahwal, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abtsar bin Al-Qaasim Abu Zubaid, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Hushain, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy atau yang lainnya dari kalangan shahabat ‘Aliy, dari ‘Aliy secara marfuu’.

Sanad riwayat ini sangat lemah karena Muhammad bin Sa’iid Al-Ahwal, seorang yang majhuul, belum ditemukan biografinya. Kemungkinan ia adalah Muhammad bin As’ad, karena Ibnu Hibbaan dan Ibnu Hajar menyebutkan penyandaran lain darinya adalah Muhammad bin Sa’iid [Tahdziibul-Kamaal 24/430 dan Taqriibut-Tahdziib, hal. hal. 825 no. 5763].
c.  Asy-Sya’biy.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 4/329-330 : Telah menceritakan kepada kamu Abu Ahmad Muhammad bin Ahmad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Ismaa’iil Ash-Shaffaar Al-Baghdaadiy, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Ishmah ‘Ishaam bin Al-Hakam Al-‘Ukbariy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Jamii’ bin ‘Abdillah Al-Bashriy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sawwaar Al-Hamdaaniy, dari Muhammad bin Juhaadah, dari Asy-Sya’biy, dari ‘Aliy secara marfuu’.

Sanadnya sangat lemah, karena Sawwaar bin Mush’ab Al-Hamdaaniy, Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy Al-A’maa Al-Muadzdzin; seorang yang matruuk [Lisaanul-Miizaan, 4/216-217 no. 3736].
d.  Kaisaan Al-Bakriy.
Diriwayatkan oleh Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2806 : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Abdirrahmaan : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidullah bin Muhammad Al-Baghawiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Sa’iid, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Marwaan bin Mu’aawiyyah, dari Hammaad bin Kaisaan, dari ayahnya, dari ‘Aliy secara mauquuf.

Sanad riwayat ini sangat lemah karena Hammaad bin Kaisaan dan ayahnya adalah seorang yang majhuul. Adapun Suwaid bin Sa’iid, seorang yang shaduuq bagi dirinya, namun ketika ia mengalami kebutaan, ia ditalqinkan yang bukan haditsnya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 423 no. 2705].

Kesimpulan riwayat ‘Aliy ini adalah sangat lemah lemah dengan keseluruhan jalannya.
2.  Faathimah bintu Muhammad.
Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa no. 6749, Ibnul-‘Arabiy dalam Mu’jam-nya no. 1549, dan Al-Aajuriiy dalam Asy-Syarii’ah no. 1536-1537; semuanya dari jalan Abul-Jahhaaf Daawud bin Abi ‘Auf, dari Muhammad bin ‘Amru Al-Haasyimiy, dari Zainab bintu ‘Aliy, dari Faathimah bintu Muhammad secara marfuu’.

Sanad riwayat ini lemah karena keterputusan antara Zainab bintu ‘Aliy dengan Faathimah radliyallaahu ‘anhaa.

Diriwayatkan juga oleh Abusy-Syaikh dalam Thabaqaatul-Muhadditsiin no. 258 & 1126; semuanya dari jalan Ismaa’iil bin ‘Amru, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Utsmaan bin Ghaalib, dari Abul-Jahhaaf, dari Abu Ja’far, dari Faathimah Ash-Shaghiir, dari Faathimah Al-Kubraa secara marfuu’.

Sanad riwayat ini munkar, karena ‘Utsmaan bin Ghaalib adalah majhuul. Abusy-Syaikh meriwayatkan dari Ibnu Nashiir, ia berkata bahwa ‘Utsmaan bin Ghaalib tidaklah meriwayatkan hadits kecuali hadits ini. Selain itu, yang ma’ruuf dari Abul-Jahhaaf adalah ia meriwayatkan dari Muhammad bin ‘Amru. Wallaahu a’lam.

Ad-Daaraquthniy rahimahullah membawakan banyak perselisihan dalam sanad riwayat ini, lalu berkata:
وَالْحَدِيثُ شَدِيدُ الاضْطِرَابِ
“Hadits ini sangat goncang (idlthiraab)” [Al-‘Ilal, 15/177-180].
3.  Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhaa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah no. 980, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 6605, Ibnul-‘Arabiy dalam Mu’jam-nya no. 1548, Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah no. 1535, dan Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2801; dengan sanad yang berselisihan yang berporos pada Sawwaar bin Mush’ab.

Sanad riwayat ini sangat lemah dikarenakan Sawwaar bin Mush’ab, seorang yang matruuk [Lisaanul-Miizaan, 4/216-217 no. 3736].

Ibnul-Jauziy rahimahullah setelah membawakan hadits dari jalan Faathimah, berkata:
هَذَا لا يَصِحُّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Ini tidak shahih dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Al-‘Ilal no. 255].
Al-Baihaqiy rahimahullah:
وَرُوِيَ فِي مَعْنَاهُ مِنْ أَوْجُهٍ أُخَرَ كُلُّهَا ضَعِيفَةٌ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ
“Diriwayatkan dalam maknanya dari jalan-jalan yang lain yang kesemuanya lemah, wallaahu a’lam”[Dalaailun-Nubuwwah, 6/548].

Kesimpulan : Hadits tentang perintah membunuh orang-orang Raafidlah adalah lemah dengan keseluruhan jalannya, wallaahu a’lam.

[Repost Mukhtar Hasan; 28 Robi'ul Aakhir 1436 / 18 february 2015].
0 comments

Dampak Shalat Berjama’ah.



Shalat tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah saja dalam hubungan jiwa dan rohani, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan masyarakat. Kebersihan jiwa dan rohani yang tampak dari pemusatan jiwa yang dibiasakan oleh manusia dalam shalatnya akan membuahkan hubungan dengan manusia lain dan masyarakat.  Diantara dampak shalat berjama’ah adalah sebagaimana yang Allah Ta’aala firmankan:


اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ




"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al-kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."[1]






Berdasarkan ayat ini, bahwasanya shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Hal ini berarti bahwa shalat bisa membentuk kepribadian atau akhlak seseorang. Apalagi shalat itu bila dilakukan secara berjama'ah, maka tentu sangat besar pengaruhnya kepada seorang muslim.
0 comments

JENIS MANUSIA YANG WAJIB DIBERIKAN WALA’ DAN BARO’

أقسام الناس فيما يجب في حقهم من الولاء والبراء
JENIS MANUSIA YANG WAJIB DIBERIKAN WALA’ DAN BARO’
لفضيلة الشيخ صالح بن فوزان بن عبد الله الفوزان - حفظه الله –
Oleh :
Fadhilatus Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan hafizhahullahu



 الناس في الولاء والبراء على ثلاثة أقسام:
Manusia dalam permasalahan al-wala’ wal baro’ terbagi atas tiga bagian :




القسم الأول: من يحب محبة خالصة لا معادة معها



Jenis Pertama : Mereka Yang dicintai dengan kecintaan yang murni tanpa disertai suatu permusuhan

 وهم المؤمنون الخلّص من الأنبياء والصديقين والشهداء والصالحين.  وفي مقدمتهم رسول الله صلى الله عليه وسلم فإنه تجب محبته أعظم من محبة النفس والولد والوالد والناس أجمعين.  ثم زوجاته أمهات المؤمنين وأهل بيته الطيبين وصاحبته الكرام – خصوصًا الخلفاء الراشدين وبقية العشرة والمهاجرين والأنصار وأهل بدر وأهل بيعة الرضوان ثم بقية الصحابة – رضي الله عنهم – أجمعين.  ثم التابعين والقرون المفضلة وسلف هذه الأمة وأئمتها – كالأئمة الأربعة.
Mereka adalah kaum mukminin sejati seperti para Nabi, shiddiqun, syuhada’ dan orang-orang yang shalih. Dan yang terdepan diantara mereka adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, karena diwajibkan mencintai beliau lebih besar daripada kecintaan terhadap diri sendiri, anak, orang tua dan manusia secara umum. Kemudian isteri-isteri beliau yang merupakan ummahatul mu’minin (ibu kaum mukminin), Ahlul bait beliau yang baik dan para sahabatmya yang mulia, khususnya khulafaur rasyidin dan sepuluh sahabat (yang dijanjiikan masuk surga), kaum Muhajirin dan Anshar, Ahli Badr (veteran perang Badar) dan ahli ba’iat Ridhwan (orang yang pernah membai’at Nabi di Baitur Ridhwan), kemudian para sahabat yang lainnya, semoga Alloh meridhai mereka semua. Lalu para tabi’in dan generasi yang memiliki keutamaan serta salaf umat ini dan imam-imamnya semisal imam yang empat.
0 comments

SIWAK : HUKUM DAN FADHILAH

SIWAK : HUKUM DAN FADHILAH
Oleh Ustadz Ibnu ‘Abidin As-Soronji, Lc.



Keutamaan siwak 

Termasuk sunnah yang paling sering dan yang paling senang dilakukan oleh Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam adalah bersiwak. Siwak merupakan pekerjaan yang ringan namun memiliki faedah yang banyak baik bersifat keduniaan yaitu berupa kebersihan mulut, sehat dan putihnya gigi, menghilangkan bau mulut, dan lain-lain, maupun faedah-faedah yang bersifat akhirat, yaitu ittiba’ kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan mendapatkan keridhoan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana sabda Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam:

السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ (رواه أحمد)


“Siwak merupakan kebersihan bagi mulut dan keridhoan bagi Rob”. (Hadits shohih riwayat Ahmad, irwaul golil no 66). (Syarhul mumti’ 1/120 dan taisir ‘alam 1/62)

Oleh karena itu Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam begitu bersemangat melakukannya dan sangat ingin agar umatnya pun melakukan sebagaimana yang dia lakukan, hingga beliau bersabda :

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتِي َلأَمَرْتُهُمْ باِلسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوْءٍ

“Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan wudlu. (Hadits riwayat Bukhori dan Muslim, irwaul golil no 70)

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتِي َلأَمَرْتُهُمْ باِلسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَّلاَةٍ

“Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan sholat”. (Hadits riwayat Bukhori dan Muslim, irwaul golil no 70)

0 comments
 
Support me : On Facebook | On Twitter | On Google_Plus
Copyright © 2011. Bapae Muhammad - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger